WaraNews.id — Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kementerian Kebudayaan mencatat sebanyak 228 cagar budaya yang telah berperingkat nasional. Meski demikian, jumlah ini masih jauh dari keseluruhan kekayaan budaya yang ada di Indonesia.
“Berdasarkan data di Kementerian Kebudayaan, kita memiliki 228 cagar budaya yang tercatat sebagai cagar budaya nasional. Namun, ini sebenarnya masih sangat sedikit dibandingkan jumlah total yang seharusnya tercatat,” ujar Fadli Zon dalam seminar internasional bertema “Pantun Nusantara” yang disiarkan secara daring di Jakarta, Senin (9/2/2025).
Selain itu, Fadli juga menyampaikan bahwa Indonesia telah menetapkan sekitar 2.213 warisan budaya tak benda dalam tingkat nasional. Sejumlah warisan budaya tak benda juga telah mendapatkan pengakuan internasional dari UNESCO, termasuk 16 warisan budaya yang telah diinskripsi di lembaga tersebut. Di antaranya adalah Reog Ponorogo, kebaya, musik kolintang, serta pantun yang diinskripsi pada tahun 2020.
Fadli menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus melestarikan warisan budaya, termasuk pantun sebagai bagian dari warisan budaya tak benda. Hal ini dilakukan melalui sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti asosiasi dan komunitas, agar kelestarian pantun dapat terwujud.
Pantun, menurut Fadli Zon, adalah cerminan kebijaksanaan lokal yang mengandung pesan moral. Oleh karena itu, pelestariannya menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh lapisan masyarakat.
“Dalam berbagai kegiatan yang melibatkan pantun, kita dapat melihat bagaimana ekspresi ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya yang telah diakui UNESCO, termasuk pantun yang tercatat pada 2020,” ujar Fadli.
Untuk memastikan keberlanjutan pantun, Fadli menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi digital. Teknologi dapat menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan pantun kepada generasi muda melalui platform digital, seperti media sosial dan aplikasi lainnya.
“Era digital menawarkan banyak platform untuk memperkenalkan pantun kepada generasi muda. Media sosial adalah contoh yang sangat relevan, karena saat ini media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita,” tambahnya.
Meski demikian, Fadli juga menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan pantun dalam bentuk tradisional. Namun, ia menilai konversi budaya tradisional menjadi bentuk yang lebih modern juga penting agar dapat lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.