WaraNews.id — Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengumumkan bahwa Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar 4,33 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp72,78 triliun pada bulan Maret 2025. Nilai tukar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Rp16.809 per dolar AS.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada hari Senin, Amalia menjelaskan bahwa surplus tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. “Pada Maret 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar 4,33 miliar dolar AS atau naik sebesar 1,23 miliar dolar AS secara bulanan,” ujar Amalia.
Kenaikan ini mengindikasikan bahwa performa ekspor Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan impornya. Hal ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian nasional, terutama dalam menjaga stabilitas cadangan devisa dan nilai tukar rupiah.
Surplus perdagangan tersebut diperoleh dari total ekspor Indonesia pada Maret 2025 yang mencapai 23,25 miliar dolar AS. Jika dikonversi ke dalam rupiah, angka tersebut setara dengan Rp390,643 triliun. Capaian ini mencerminkan kekuatan sektor ekspor nasional, khususnya dari komoditas unggulan.
Sementara itu, nilai impor Indonesia pada periode yang sama tercatat sebesar 18,92 miliar dolar AS atau setara Rp317,94 triliun. Meskipun impor juga mengalami peningkatan, nilainya masih berada di bawah total ekspor, sehingga menghasilkan surplus neraca perdagangan.
Kinerja perdagangan yang positif ini juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Surplus perdagangan membantu memperkuat posisi neraca pembayaran serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Amalia menekankan bahwa surplus ini merupakan tren positif yang diharapkan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Pemerintah, menurutnya, akan terus mendorong ekspor melalui penguatan industri dalam negeri serta perluasan akses pasar internasional.
Dengan capaian surplus yang signifikan pada Maret 2025, Indonesia menunjukkan ketahanan sektor eksternal yang cukup kuat di tengah tantangan ekonomi global. Hal ini menjadi salah satu indikator penting dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.